“Saya juga aktif beri pengertian kepada umat ketika saya misa di wilayah Paroki Runut & Watubala. Para penyerobot tinggal di wilayah itu tapi kita yang membayar pajak. Bukan hanya itu, mereka juga mengambil buah kelapa untuk dijual. Kami mau masuk pungut kelapa di wilayah, kami yang justru diancam. Maka mereka dengan seenaknya menguasai kelapa-kelapa di wilayah tempat tinggal mereka”, ujarnya.
Akibat tingkah laku para penyerobot (Masyarakat Adat) mengakibatkan terjadi kerugian besar besaran dari pihak PT Krisrama ditaksir sekitar 300 juta pertahun.
“Kerugian seminari bisa mencapai 300 juta/tahun. Bahkan mereka menggergaji pohon kelapa (67 pohon) & pohon-pohok jari besar (42 pohon), kayu-kayu itu digunakan untuk membangun rumah & dibisniskan”.
Menyerobot sambil mencuri pohon kelapa, pohon jati untuk dijual lagi, hal tersebut membuat seminari Tinggi Ledalero mengalami kerugian kurang lebih 200 juta pertahun.
Selain mencuri, kelompok Masyarakat adat pun nyaris membunuh pater Yosef.
“Tindakan ini merugikan seminari hampir 200 juta. Ketika saya melapor ke Polisi bahwa telah terjadi tindakan pencurian, saya masih dicari untuk dibunuh. Puluhan orang, perempuan dan Laki-laki membawa parang, panah, kayu mengepung rumah seminari di Patiahu. Semua kamar, Kapela bahkan sampai dapur diperiksa utk mencari saya. Saya harus dibunuh”, ungkap Pater Yosef.
Lebih lanjut Ungkap Pater Yosef, Peristiwa itu begitu mencekam, karyawan Kariawati lari menyelamatkan diri. Kami yang bekerja di Patiahu dijaga oleh puluhan tentara & polisi selama 2 bulan Karena nyawa kami terancam. Karena alasan kemanusiaan maka saya diminta untuk hentikan proses hukum atas orang-orang yang melakukan pencurian dengan kekerasan”.
“Apakah kami pelanggaran HAM atau korban? Apakah kami tidak berperikemanusiaan? Apakah PT Krisrama pelanggar HAM yg tidak berperikemanusiaan? Siapa sebenarnya yang dirugikan?.
“Kalau cinta kasih dan kebenaran yang saya mengerti begini: kalau itu haknya orang, ya hak orang. Pihak sudah kembalikan 500an hektar (dari 800an hektar) ke pemerintah, Seminari Ledalero sudah kembalikan 200 hektar (dari 300 hektar) ke pemerintah supaya bisa diurus untuk kepentingan masyarakat”.
“Petugas Badan Pertanahan dalam sosialisasi kepada masyarakat juga menyampaikan bahwa masyarakan akan diatur untuk diberi tanah dan dibuatkan sertifikat. Saya juga hadir dalam sosialisasi ini kepada masyarakat. Tapi mereka harus tinggalkan wilayah yang sudah diberikan (dengan sertifikat tanah) oleh pemerintah kepada pihak Keuskupan maupun Seminari Tinggi Ledalero”.
“Kalau ikut apa yang dikatakan oleh pemerintah, mestinya mereka sudah punya tanah dengan sertifikat. Tapi kelihatannya mereka justru mau mengatur pemerintah/negara. Kalau ada pihak-pihak yang asal omong mengenai kasus tanah Nangahale/Patiahu tanpa tahu persis, tanpa data sedikitpun, tanpa ikut terlibat dalam urusan penyelesai tanah Nangahale-Patiahu, sebaiknya diam”.
“Jangan membuat berita-berita yang tidak benar untuk menambah persoalan baru”.
Salam sehat & sukses selalu. P. Yosef Kusi, SVD
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.