Namun dalam kesimpulannya majelis hakim

menyatakan bahwa Joker terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberikan perlindungan kepada calon tenaga kerja sejak perekrutan sampai penempatan calon tenaga kerja serta mendanai akomodasi dan konsumsi 9 calon tenaga kerja tersebut.

“Bagaimana Joker dituntut bertanggung jawab sementara dalam persidangan Joker sama sekali tidak terbukti merekrut. Pun demikian dengan berapa dana yang diterima oleh 9 tenaga kerja untuk akomodasi dan konsumsi, semuanya tidak bisa dibuktikan,” ungkapnya.

Dikatakan, Joker disimpulkan merekrut hanyalah berdasarkan keterangan saksi Petrus Arifin. Dimana saksi Petrus Artifin bertanya kepada Senut apakah Joker yang merekrut?. Sementara Senut sendiri sampai hari ini tidak pernah memberi keterangan di persidangan sebab berstatus DPO.

Pun demikian dengan keterangan saksi dalam persidangan yang menyebutkan bahwa mereka terlantar, kelaparan bahkan masak air parit untuk minum saat membersihkan pondok PT.BCPA di Kalimantan, oleh Domi Tukan menyebut bahwa keterangan tersebut adalah bersifat subyektif dan tunggal dan hanya diperkuat oleh keterangan saksi Valens Pogon yang hanya mendengar dari orang lain (testimonium de auditu).

Untuk membuktikan kebenaran keterangan tersebut kata Domi Tukan, maka penuntut umum wajib menghadirkan pihak PT. BCPA dalam persidangan. Namun ternyata penuntut umum tidak mampu menghadirkan saksi dari PT. BCPA dan tidak menunjukan alasan logis kenapa PT. BCPA tidak bisa dihadirkan dalam persidangan.

“Apakah PT. BCPA sudah dipanggil secara patut? Kalau sudah kenapa bukti pemanggilan tidak ditunjukan dalam persidangan?. Tidak bisa kita hanya mendengar keterangan dari saksi calon tenaga kerja ini saja,” tegas Domi Tukan.

Hakim Nyatakan Petrus Arifin Terbukti Bertanggungjawab Atas Kematian Yodimus Moan Kaka

Ada sejumlah fakta menarik dalam dalam poin pertimbangan majelis hakim, dimana majelis hakim secara jelas menyebut bahwa Petrus Arifin adalah orang yang harus bertanggungjawab atas meninggalnya Yodimus Moan Kaka.

Sebab saksi Petrus Arifin terbukti menandatangani surat menolak rujuk dari dokter Klinik Puskebun PT. BCPA agar Yodimus Moan Kaka yang saat itu sedang sakit dirujuk untuk mendapatkan perawatan lanjutan di rumah sakit di Kalimantan.

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa saksi Petrus Arifin dalam keterangannya di persidangan mengatakan, ia menandatangani Surat Menolak Rujuk yang dikeluarkan dr. Didi Yudha Trisandya-dokter Klinik Puskesbun PT. BCPA Rayon-D pada tanggal 24 Maret 2024 tersebut lantaran permintaan dari Yodimus Moan Kaka sendiri dengan alasan kalau ia (Yodimus Moan Kaka) pulang ke ke kampung, maka ia bisa sembuh, tetapi kalau tetap bertahan maka ia akan mati.

Adapun dalam Surat Menolak Rujuk ke rumah sakit tersebut berisi 5 poin pernyataan yang menjadi tanggungjawab Petrus Arifin selaku orang yang menandatangani surat tersebut tanpa paksaan yakni;
Telah diberikan informasi dan penjelasan serta peringatan akan bahaya, resiko serta kemungkinan kemungkinan yang timbul apabila pasien tidak dirujuk ke rumah sakit.

Telah saya pahami sepenuhnya penjelasan yang diberikan dokter/bidan/perawat. Atas tanggungjawab dan resiko saya sendiri tetap menolak untuk dirujuk ke rumah sakit.

Tujuan, sifat, dan penolakan rujuk ke rumah sakit tersebut diatas telah saya mengerti akan berdampak pada proses penyembuhan, sehingga saya tidak menuntut secara pidana maupun perdata. Dan saya bertanggung jawab penuh atas segala akibat yang mungkin timbul sebagai akibat tidak dirujuk ke rumah sakit.

Saksi Petrus Arifin juga menerangkan bahwa saat keluar dari klinik tersebut, kondisi Yodimus Moan Kaka tidak bisa berjalan sebab masih lemah. Yodimus Moan Kaka hanya bisa bicara.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.