Penulis: Satrio Ndaruyutanto (Staf Divisi SDMO (Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pendidikan, Pelatihan, Data dan Informasi) Bawaslu Sikka)

OPINI, Sikka.faktahukumNTT.com – 24 Mei 2023

Pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sehubungan dengan tujuan pelaksanaan Pemilu maka penyelenggara Pemilu harus mampu menjaga kualitas Pemilu yang ditunjukkan dengan hasil pemilu yang berintegriitas dan akuntabel. Namun pada kenyataannya pelanggaran dan kecurangan kerap terjadi pada setiap pelaksanaan Pemilu dengan berbagai bentuk dan setiap tahapannya. Pelanggaran Pemilu berdasarkan jenisnya dibagai menjadi 4 kategori, yaitu :
a). pelanggaran administrasi,
b). pelanggaran tindak pidana,
c). pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota, dan
d). pelanggaran peraturan perundang-undang lainnya.

Partisipasi merupakan hal tentang turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau berperan serta. Peran politik terkait erat dengan aktivitas – aktivitas politik, mulai dari peranan para politikus profesional, pemberian suara, aktivitas partai sampai demonstrasi. Dalam pengertian umum, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik.

Kegiatan ini dapat berupa pemberian suara dalam pemilu, menjadi anggota suatu partai dan lain sebagainya. Pelibatan masyarakat dalam proses politik sangat diperlukan untuk meredam adanya apatisme politik masyarakat terutama dalam pemilu. Proses politik dikatakan demokratis ketika masyarakat menjadi aktor utama dalam pembuatan keputusan politik. Untuk itu pemilu yang demokratis meniscayakan partisipasi masyarakat itu sendiri.

Pengawasan partisipatif adalah bagaimana masyarakat dapat turut serta mengawasi pemilu baik dalam kampanye, masa tenang dan hari H pemilihan.

Adapun aktivitas yang dapat dilakukan yaitu dengan memantau pelaksanaan pemilu, melaporkan pelanggaran pemilu, menyampaikan informasi dugaan pelanggaran pemilu, ikut mencegah terjadinya pelanggaran pemilu.

Pengawasan partisipatif ini merupakan upaya mentransformasikan kekuatan moral menjadi gerakan sosial dengan konsekuensi memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang Kepemiluan dan teknik pengawasan. Harapan besar pula mendorong pengawasan partisipatif ini dibangun atas dasar kesadaran, kerelawanan dan panggilan hati nurani untuk ikut berperan serta mewujudkan pemilu yang berkualitas.

Pada prinsipnya, urgensi pengawasan partisipatif yang dilakukan masyarakat berfungsi untuk memperkuat kapasitas dan kualitas pengawasan, baik pilkada maupun pemilu sehingga mendorong perluasan wilayah pengawasan.

Dengan peningkatan jumlah penduduk, daerah pemilihan, dan jumlah kursi, seharusnya juga berimbang pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pengawasan. Pada prinsip pengawasan partisipatif yang digaungkan pengawas pemilu adalah masyarakat tidak hanya berperan pada peningkatan persentase kehadiran saat pencoblosan saja, tetapi lebih mengarah pada pengawalan proses pemilihan sejak awal. Pengawas pemilu berupaya membangun sinergi dengan para stakeholder (tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, ormas, mahasiswa, dan pemilih pemula), ter-masuk mendorong kesadaran masyarakat untuk bersama mengawasi segenap proses yang ada, minimal menjadi informan awal bagi pengawas pemilu.

Dalam hidup beragama Indonesia sangatlah penting seorang tokoh agama terutama dalam perpolitikan di Indonesia karena tokoh agama adalah panutan dalam hidup agama karena dianggap sebagai pemimpin umat-umat. Dalam politik diindonesia juga seorang pemimpin agama harus bisa mengajak para umat nya ikut berpartisipasi dalam politik misalnya dalam pemilu ataupun pilkada. Tugas seorang tokoh agama harus bisa memberi pengertian bahwa para umat nya harus bisa semuanya berpartisipasi dalam demokrasi.

Tokoh agama adalah orang-orang yang terkemuka, terpandang serta mempunyai peran besar terhadap pengembangan ajaran Agama. Kedudukan tokoh agama yang memegang peran penting dalam masyarakat karena mereka dianggap sebagai orang yang mempunyai tingkat dan pengetahuan yang lebih tentang agama dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu, mereka pada umumnya memiliki tingkah laku yang patut dijadikan teladan dalam rangka pembinaan akhlak. Tokoh agama biasa disebut juga sebagai pemimpin nonformal karena kemampuan dan karismatiknya, diikuti oleh banyak orang walaupun pemimpin tersebut tidak memimpin sebuah organisasi, tetapi kehadirannya di tengah masyarakat diakui sebagai orang yang berpengaruh terhadap pengembangan agama dan mau berkorban baik materi maupun jiwa mereka sekalipun.

Perdebatan soal politisasi SARA dan meningkatnya suasana sektarian berlangsung panas bahkan cendrung kacau balau (chaos) di berbagai media sosial yang kini menjadi sarana komunikasi mudah dan massal. Seperti dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang lalu, isu SARA tampaknya lebih banyak digunakan untuk menyerang dan menekan elektabilitas calon tertentu dan pada saat yang bersamaan ‘kekosongan’ itu bisa dimanfaatkan oleh calon-calon yang lain. Sementara politik SARA bisa berdampak melintasi batas-batas daerah tertentu, yang terlihat saat Pilkada DKI Jakarta ketika orang-orang di luar Jakarta pun juga sampai ikut ‘terlibat’. Jadi kalau dilihat dari dampaknya, ternyata politik SARA dampaknya jauh lebih dahsyat dari politik uang. Politik uang terlokalisir hanya di daerah tempat pilkada berlangsung dan relatif berjangka pendek karena orang datang ke TPS, suaranya dibeli.”

Tokoh agama mempunyai peran yang sangat penting sebagai bagian dari pengawas partisipatif. Keberhasilan tokoh agama dalam melakukan pengawasan partisipatif sangat ditentukan oleh kemampuan atau gaya dari tokoh agama dalam menggunakan kewenangan sebagai pemimpin agama. Dengan demikian diharapakan tokoh agama berperan aktif dalam mengambil bagian sebagai pengawas partisipatif dengan tanggung jawab iman terhadap masyarakat dalam rangka membina, memotivasi dan mengarahkan masyarakat sehingga terwujud pemilu yang bermartabat dan berkeadilan.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.